Obrolan Senja [12]





Lelah ternyata menjadi orang yang naïf. Aku adalah orang yang menggebu-gebu ketika ada orang yang menyakiti hati teman-temanku. Aku adalah orang yang siap menjadi tameng ketika teman-temanku di sakiti oleh makhluk Tuhan bernama laki-laki.

Tapi mengapa? Di saat aku yang terluka, aku terdiam? Seolah semua baik-baik saja.  Lelah sebenarnya mendengar ucapan sabar, sabar dari teman temanku. Adakah satu dari sekian temanku yang mampu melakukan hal yang aku lakukan ketika mereka di sakiti? Tidak, mereka hanya menyuruhku untuk sabar dan ikhlaskan saja.

Dan bodohnya aku yang mengikuti ucapan mereka.

Hey, sekuat mana sabarku. Aku tak tahu, bagaiamana dengan kalian?. Bahkan aku tak tahu mengapa aku menjadi asing seperti ini.

Harusnya aku caci maki dia, harusnya aku menuntut semua kejelasan mengapa dia tega melakukan hal itu padaku. tapi mengapa aku hanya diam? Bahkan menangis seperti orang gila.

Adakah yang mengerti? Tidak, semua tidak mengerti keadaanku. Aku di bodohi, aku di bodohi laki-laki brengsek itu dan kalian hanya diam. Mengapa? Mengapa kalian membuatku menjadi munafik seperti ini.

Dan sialnya laki-laki itu setelah meninggalkanku, mudah sekali ia menemukan cinta yang baru. Mengapa aku yang menjadi sangat menderita? Mengapa dia melakukan semua hal itu di saat aku mulai ingin berjuang untuknya. Bahkan aku rela berbohong pada kedua orang tuaku dan malam itu adalah kejadian yang paling aku sesali.

Aku menyesal memberikan duniaku, setelah kamu dengan mudahnya merubuhkkan langitku, tempat dimana semua harapan kusimpan dan kamu begitu mudahnya menghancurkan semua itu. Tapi ternyata kamu sama brengseknya dengan laki-laki diluar sana.

Dimataku, kamu adalah orang paling jahat yang pernah ku kenal dalam hidupku.

Muak sebenarnya melihat wajahmu, Tapi mau bagaimana lagi? sisi dewasaku harus berjalan. Kita bukan lagi anak SMA yang setelah putus saling membenci.







Oktober, 2018 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Sunset Is Beautiful, Isn't It?

Bertemu, lalu berdamai