The Sunset Is Beautiful, Isn't It?
Seperti lirik lagu bernadya
Dering yang paling ku nantikan
Akhirnya datang sebentar
Ku maklumi selalu
Kemengerti kamu
Punya sibuk lain
Tak harus aku
Tak selalu aku
Lama lama lelah juga aku
Seperti hanya aku yang butuhkan kamu
Sudah terpampang jelas pula judul buku milik artie ahmad ‘cinta yang bodoh harus di akhiri’.
Tapi kebodohanku terhadap cinta memang nyata adanya. Aku masih menunggu kabar dari laki-laki yang aku cintai, setelah ia menghilang begitu saja selama satu bulan terakhir. Banyak skenario yang terlintas dalam kepalaku dan salah satu skenario yang paling meyakinkan yakni laki-laki yang aku cintai membagi perasaanya kepada perempuan lain.
Rasanya sudah lelah untuk menuntut sebuah pejelasan, karena dipastikan ia akan hilang begitu saja. Tapi bodohnya aku yang selalu memaklumi dan membiarkan semuanya berlarut larut. Hal ini aku pertahankan atas rasa cinta yang aku miliki.
Laki-laki yang aku cintai itu datang padaku saat ia penuh dengan luka. Maka dari itu aku obati, alasan mengapa aku tidak bisa melepaskannya. Aku selalu mengkhawatirkannya, bagaimana jika aku tinggalkan ia akan kembali terpuruk? Rasanya aku akan menjadi manusia paling jahat.
Namun, untuk satu pesan singkat menyakitkan yang ku terima hari ini. Apakah masih ada alasan lain untukku mempertahankannya untuk tetap ku cintai?
‘Azalea, Azzam sudah menikah. Waktunya kamu melepaskan Azzam’
Terbaca jelas direct message yang ku baca di layar handphoneku.
Jantungku mencelos, tiba-tiba seluruh badanku melemas, isi kepalaku tiba-tiba saja kosong. Kabar ini cukup membuatku kaget. Ku kira, Azzam laki-laki yang aku cintai hanya membagi perasaan saja pada perempuan lain. Berkelana sebentar lalu kembali lagi kepadaku. Tapi ternyata, Azzam sudah melabuhkan hatinya pada perempuan lain. Dan ternyata bukan aku orangnya.
Tring
Suara notifikasi terdengar, Satu pesan muncul lagi di beranda handphoneku
‘Azzam di jodohkan ayahnya. Itu bukan keinginan Azzam menikah dengan perempuan ini. Azzam menghilang karena merasa bersalah pada dirimu. Entah penjelasan mana yang harus dia jelaskan terlebih dahulu kepada kamu’
Tring
Suara notifikasi itu muncul lagi, rasanya enggan untuk membacanya
‘lepaskan Azzam, dia sudah bukan lagi milikmu. Kamu sudah tidak perlu tahu lagi keadaanya. Cari laki-laki yang lebih baik daripada Azzam’
Aku terseyum miris, semidah itukah melepaskan seseorang yang aku cintai? Padahal baru saja aku obati semua lukanya.
‘kamu terlalu baik untuk Azzam, bukankah kamu tahu sendiri masa lalu Azzam seperti apa?’
Suara notifikasi itu masih saja menyala. Aku masih enggan membalasnya. Ku lempar handphoneku ke kasur dan menangis sejadi-jadinya. Mengapa ada orang se jahat itu padaku?
Mencitainya, berarti aku juga harus punya obat untuk mengikhlaskan sebesar rasa sayang yang aku punya. Aku menerima semua masa lalunya, aku menerima semua keadaan yang sedang dia hadapi saat ini. Tapi mengapa untuk terus terang pada masalah ini saja ia tidak berani?
‘aku tahu kamu mencintainya, maka lepaskan. Biar Azzam bisa memulai hidup baru dengan perempuan yang saat ini menjadi istrinya. Agar tidak ada lagi bayang bayang nama kamu dalam hidup Azzam’
Begitulah pesan terakhir yang aku baca dari kaka Azzam via direct message. Betapa manusia begitu mudahnya mengatakan hal seperti itu. Bahkan tidak peduli dengan perasaan yang sedang aku rasakan. Heyyy, aku patah hati!
‘untuk menyelesaikan semua ini. Tolong beri aku waktu dua jam bertemu dengan Azzam. Maka akan aku lepaskan Azzam saat itu juga’
Balasku.
***
Laki-laki yang aku cintai tepat berada di depan mataku. Ia nampak gusar sementara aku pura pura tegar. Bayangkan saja, ia sudah membohongi diriku selama ini. Meninggalkan diriku tanpa kejelasan. Ketika mengetahui kabarnnya, ia sudah menikah dengan perempuan lain. Memang brengsek!
“kamu bisa menjelaskan semuanya, jika tidak aku bisa mati penasaran” pertemuan ini terasa dingin dan menyesakkan untukku
“aku tidak bisa melawan apa yang ayah perintah. Kamu tahu sendiri bukan?. Bahkan untuk mengucapkan kata tidak pun rasanya aku sudah tidak bisa”
“setidaknya berbicara langsung itu lebih menghargai diriku daripada kamu menghilang begitu saja. Kamu tidak tahu, aku khawatir dengan keberadaan kamu”
“aku bahkan tidak punya muka untuk bertemu dengan dirimu”
“kamu tahu, selain perselingkuhan yang terlintas di kepalaku adalah kamu masuk lagi ke dunia itu”
Azzam menggeleng “aku sudah meninggalkan dunia gelap itu” Azzam menghela nafas panjang “ayah, membebankan pengelolaan pesantren kepadaku sebagai hukuman atas kelakuanku selaman ini. Karena aku tidak tahu apa apa tentang dunia dunia pesantren, ayah menjodohkanku dengan kolega ayah yang sudah kompeten dalam dunia seperti itu. Perjodohan ini hanya politik Azalea”
“politik atau apapun itu, kamu tetap berbohong Azzam. Jika kamu memberi tahu permsalahan kamu aku akan sangat ikhlas untuk mundur dalam hubungan ini”
“tapi, aku hanya mencintai kamu azalea”
“tidak, seiring berjalannya waktu kamu akan mencintai istrimu”
Azzam menggeleng “ini yang aku takutkan. Kamu akan ikhlas meninggalkan aku”
“dari awal, saat kamu meminta pertolongan aku tulus pegang tangan kamu. Aku memaklumi semua kenakalan kamu karena faktor diktator ayahmu. aku juga selalu berharap kamu bisa bangkit dan menunjukkan pada orangtua kamu bahwa kamu bisa memulai semuanya dari awal”
“aku harus apa supaya kamu memaafkan aku” suaara Azzam melemah
“kapan kamu dijodohkan Azzam?”
“tiga bulan yang lalu” suara Azzam melemah
“maka dari itu kamu sering menghilang?” Azzam mengangguk, aku tertawa tidak percaya “gila kamu, membohogi dua perempuan sekaligus. Sama saja Azzam. Kamu melakukan kesalahan yang sama, dengan latar yang berbeda” suaraku meninggi
“maafkan aku Azalea”
“tidak, bahkan aku sudah tidak punya tenaga untuk marah atau memaki dirimu. Aku turut prihatin atas perjodohan dirimu dan selamat atas pernikahanmu. Ku doakan langgeng hingga maut memisahkan” aku berdiri hendak pergi dari hadapan Azzam. Cukup menyakitkan mengetahui fakta ini. Tiga bulan mendua dan aku tidak mengetahuinya.
Tangan Azzam menahanku “kamu tahu bukan ini pilihan sulit. Aku tidak tega menyakiti dirimu”
“justru mengetahui dari orang lain itu lebih menyakiti hatiku” jawabku menahan tangis
“lalu, apa yang harus aku perbuat? Meninggalkan perempuan itu dan hidup bersamamu” Azzam mengacak rambutnya frustasi, aku masih tahu kebiasaanya.
“brengsek, jika kamu mau seperti itu, seharusnya kamu melakukannya dari awal. Aku akan berjuang demi dirimu meskipun aku harus menghadapi ayahmu yang diktator itu. lalu sekarang Kamu ingin menyakiti banyak hati hanya demi bersamaku? Tidak. Aku tidak akan bodoh hanya untuk mempertahankan cinta kamu”
Azzam terdiam.
“kamu tahu, semua permasalahan bisa selesai jika di komunikasikan dengan baik. Bukan dengan menghilang bukan dengan mengatasinya dengan diri sendiri. Kamu salah Azzam. Bukankah aku sering mengatakan hal itu kepada dirimu?” ucapku frustasi
Azzam mengangguk “banyak hal yang ingin aku lakukan bersamamu. Tapi ternyata akhirnya aku tetap menyakiti kamu. Aku masih belum bisa untuk menghadapi kenyataan yang ada. Aku tidak se hebat dan berani seperti kamu”
Aku menarik nafas panjang, dengan percakapan yang akan memanjang sementara waktuku cukup dua jam hanya untuk mengakhiri semuanya. Tidak baik berhubungan dengan seseorang yang sudah bukan milikku lagi bukan? Perempuan lain bahkan sudah memilikinya tercatat secara agama dan negara.
“kamu sendiri yang memilih jalan hidup kamu. Bahagia atau tidaknya itu sudah kamu persiapkan bukan? Jadi, mari berdamai. Kita hidup di jalan masing masing. Aku dengan hidupku dan kamu dengan hidupmu”
Jujur, semua ini tidak mudah bagiku, sesak masih menjalar di paru-paruku. “Azzam, semua ini masih berat bagiku. Aku menitipkan semua rasa sayang yang aku punya kepadamu. Lalu kamu melakukan hal ini padaku, patah hati? Tentu saja, aku manusia yang mencintai dirimu. Jika aku tidak mencintai dirimu aku tidak akan se kecewa ini. Tapi aku harus tetap melepaskan kamu” suaraku makin merendah, sulit untuk menahan isak ini untuk keluar.
Azzam diam.
“diammu semakin menyakitiku Azzam. Jadi mari kita akhri semuanya disini. Tidak boleh ada tanda koma, atau tanda tanya lagi yang menjadi alasan untuk kita menjalin komunikasi lagi. Jika tidak ada lagi yang ingin kamu sampaikan aku pamit pergi”
“memeluk kamu untuk terakhir kalinya, meskipun berdosa”
Aku menggeleng “akan sangat menyakitkan bagiku. Cukup dengan berjabat tangan” aku mengulurkan tanganku, Azzam membalasnya dengan mengenggem tanganku erat.
“ku harap, kamu bisa menemukan laki-laki yang membuat dirimu bahagia Azalea”
Aku mengangguk, sambil tersenyum tipis. Harapan yang aku sendiri belum tahu kapan terjadi kembali.
Seperti satu kalimat dalam kutipan jepang ‘the sunset is beautiful isn’t? It’
Komentar
Posting Komentar