Bertemu, lalu berdamai
Aku menemukanmu,
Laki-laki yang dulu aku cintai sepenuh hati, laki-laki yang selalu membuat garis senyumku ini merekah. laki-laki yang menjadikanku opsi bukan pilihan akhirnya.
Laki-laki itu menghampiriku, ternyata rasa sesak yang dulu sering aku rasakan kini sudah hilang. aku mempersilahkannya.
Sudah tidak ada debaran debaran yang membahagiakan jika aku dekat dengannya. ternyata semua sembuh seiring berjalannya waktu.
''kabarmu baik?'' laki-laki itu masih sama seperti dahulu, hanya saja wajahnya mulai terlihat lebih berisi daripada dulu saat masih bersamaku
''selalu baik''
''kamu sudah 27 tahun, sesuai prediksiku di awal. sebentar lagi kamu pasti akan menikah''
aku terdiam, kembali mencari memori yang masih tersisa dalam ingatannku saat aku masih bersamanya
''masih menjadi kamu yang keras kepala dan cuek?''
aku mengangguk ''tabiat sulit untuk di rubah, katamu dulu''
laki-laki itu tersenyum
''apa kamu pernah menyesal menolak menikah denganku?''
aku mengangguk ''sesekali aku pernah merasakan penyesalan itu. tapi mau bagaimana lagi. jodoh kamu ternyata bukan aku''
''aku juga pernah sesekali menyesal. mengapa dulu egoku tidak tenang menghadapi perempuan seperti kamu''
''semua sudah berlalu''
''seperti yang kamu lihat, aku sudah menikah dan mempunyai anak. bahkan karirku yang dulu sering aku ceritakan padamu semua sudah terwujud. sayang perempuan yang mendampingiku bukan kamu''
''berbahagialah dengan kehidupan barumu''
''padahal dulu kamu cukup melepaskan karirmu, lalu mengikuti pengabdianku yang hanya 2 tahun. selebihnya kamu bisa kembali bekerja''
''dulu, egokupun masih setinggi gunung himalaya''
aku dan kamu tertawa. kita cuma dua manusia yang punya ego dan ambisi di umur yang masih muda. dan waktunya mentertawakan keadaan.
lalu berdamai, menjadi manusia yang selalu mau berproses. meskipun pada akhirnya kita tidak saling memiliki.
Komentar
Posting Komentar