On Rainy Day




Semesta menciptakan luka untuk belajar, menciptakan rindu untuk berdoa, menciptakan rasa untuk jatuh, menciptakan kamu untuk sebuah takdir.
Dan semesta menciptakan hujan untuk mengenang




Aku melihat langit Bandung sudah menampakkan kelabunya. Bertanda hujan sebentar lagi akan turun. Aku merogoh pinggir saku tas ranselku, mencari barang yang wajib di bawa saat hujan turun. Sudah menjadi sebuah ritual apabila dalam musim hujan datang, payung adalah barang wajib yang harus dibawa. Namun, hari ini aku kehilangan barang penting itu. Tiba-tiba mataku menangkap kafe di sebrang jalan, tanpa fikir panjang aku berlari ke tempat itu, karena tanpa di duga hujan tiba tiba saja turun dengan deras.

“Vanilla latte” pesanku
“30.000 rupiah” kasir menyodorkan pesananku
Vanila latte panas berada dalam genggamanku. Sedangkan mataku fokus mencari tempat duduk yang kosong. Tepat dekat jendela kafe ada kursi kosong. Segera aku menduduki kursi itu.

Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu

Aku ingin berdua denganmu
Diantara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu

Aku menunggu dengan sabar
Diatas sini, melayang-layang
Tergoyang angin, menantikan tubuh itu – Payung Teduh, Resah

Tiba – tiba saja lagu Payung teduh terdengar mengisi ruangan kafe ini, aku tersenyum simpul siluet kenangan muncul begitu saja tanpa kupinta. Aku menatap ke arah jendela sambil meneguk vanilla latte yang kupesan tadi, menikmati alunan musik Payung teduh.

Teringat seseorang yang kunamai kamu

Hujan memang selalu datang dengan membawa kenangan. Tentang aku dan kamu yang tidak pernah Semesta restui.. Lalu, mengapa hujan selalu menjadi alasan bagiku untuk mengenangmu? Apakah itu adalah hukuman untukku karena tidak pernah bisa melepaskan kamu yang masih aku cintai.

Aku meneguk kembali vanilla latte panasku. Rasanya seperti dejavu, tentu saja duduk sambil menikmati kopi adalah kebiasaanku saat menunggumu. Perbedaannya mungkin saat ini aku sedang tidak menunggu siapa - siapa.

Berbicara tentang kamu, kamu adalah sisa sisa kenangan yang ingin ku hapus. Tapi bukankah kenangan tak bisa dihilangkan begitu saja kecuali kita hilang ingatan? Atau membiarkan waktu yang membiasakan kenangan itu.

Jatuh cinta

Menghilang

Lalu patah hati

Dan kini aku merindukannya.

Aku kembali meneguk vanilla latteku. Menarik nafas dalam, sedikit membuka kenangan ternyata lumayan menyesakkan. Ruang kosong dalam hati ini seperti meronta padaku untuk menghentikan film film kenangan itu kembali terputar.

Tapi bagaimana lagi? Mengenang hanya akan mengeruk lagi segala macam kenangan yang telah terkubur. Dan hujan menjadi alasan untuk kembali membuka kenangan. Bisakah kamu berhenti hujan? Karena semakin deras kamu turun semakin banyak kenangan kenangan itu berhamburan semakin sulit bagiku untuk berhenti mengenang. Mengenang sama dengan tidak bisa keluar dari masalalu. Mereka bilang seperti itu.

Tapi, Andaikan saja kamu tidak meninggalkanku disaat hujan,

Bukan,

Andaikan saja kamu tidak membuatku jatuh cinta disaat hujan.

Bukan,

Andaikan saja aku tidak pernah bertemu denganmu disaat hujan.

Bukan.

Bukan, ini yang aku mau.

Bola mataku tiba-tiba saja menemukanmu di antara puluhan orang yang ada di ruangan ini. Kamu duduk di ujung bersebrangan dengan tempat dudukku. Menemukanmu di saat ilusiku sedang menguasai fikiranku, ku fikir kamu Cuma deluxi yang ku ciptakan.

Aku menggelengkan kepalaku, meyakinkan diriku bahwa yang ku temukan bukanlah kamu. Mungkin saja karena ilusiku tak bisa ku kendalikan, mungkin saja karena rindu yang berlebihan ini membuatku menangkap sosok seperti kamu.

Tapi, laki-laki di sebrang sana tersenyum.

‘apa yang harus aku lakukan?’



Bolehkah kita mengulang
Masa masa indah itu
Ku tak mengerti apa yang terjadi
Hingga berakhir

Bagaimanakah kabarmu?
Berhasil kau lupakanku
Diriku yang bodoh ini
Masih mendamba hadirmu – Fiersa Besari, Nadir

Bolehkah detik ini aku menghilang dari bumi ini? Atau menjauh dari radar yang bisa mempertemukanku dengan kamu?

Rasanya Tuhan pilih kasih padaku,mudah sekali bagiNya untuk membuat hati ini melambung bahagia dan patah hati dalam sekejap. Baru satu menit yang lalu aku sedang mengasihani perasaanku karena kamu dan kini kamu kini berada di depanku. Kamu, masih dengan senyum yang sama. senyum yang selalu membuatku kecanduan untuk  terus melihatnya. senyum yang selalu membuatku rindu.

 “long time no see” kamu mulai mencoba membuka pembicaraan.

“ hampir tiga tahun” balasku sambil tersenyum kikuk. Aku meneguk habis vanilla latteku yang sudah hampir habis. Kerongkonganku tiba-tiba kering mendapatkanmu di depan mataku.

“gimana kabar kamu, Nad?”

Jelas, Aku tidak baik baik saja

“hmmm, baik. Kamu gimana?” dustaku.

“kaya yang kamu lihat Nad, I am Fine

Setelah meninggalkanku tanpa kejelasan, kamu baik baik saja?

Aku hanya bisa terdiam, terasa kikuk mendapatkan kamu di depanku saat ini. Antara bahagia dan tidak percaya. Seperti mendapatkan kejutan. Aku tak pernah menduga bahwa akan ada pertemuan seperti ini. tanpa persiapan apa-apa.

Aku kira kamu hanyalah sebuah ilusi. Karena selama hujan turun, kamu adalah objek yang berkeliaran di imajinasiku,

 “kamu di Bandung sekarang Nad? Udah ngga di Garut lagi?” kamu kembali bertanya.

“udah hampir dua bulan pindah tugas di Bandung” kamu hanya mengangguk. Dan harus kamu tau, alasan aku migrasi ke kota ini adalah berharap aku bisa menemukanmu. Dan Semesta mempertemukan kita di sini. Di waktu yang tidak tepat.

Kamu melirik gelas kopiku “Vanilla Latte?” tebaknya, aku hanya mengangguk. “hati-hati, jangan terlalu banyak minum minuman berkafein, entar magh kamu kambuh”

Haruskah kamu sepeduli ini padaku. kumohon jangan kembali membuat perasaanku tumbuh. Berbunga bunga itu menyakitkan

“Nad, diem terus. Kamu ngga apa apa?” aku menggeleng. Berada di dekatmu setelah sekian lama tak bertemu, rasanya lidahku kelu untuk mengucapkan sepatah kata pun.

Tidak, ada kata yang sampai saat ini tertahan ditenggorokanku.
Aku merindukanmu

 “kamu sendiri, bagaimana di Bandung?.” ucapku memberanikan diri mencair dengan kecanggungan ini.

“berhentilah bersikap baik baik saja Nad, aku tahu banyak sekali pertanyaan yang lebih penting yang ingin kamu ketahui lebih dari sebuah ‘kabar’ bukan?”

Aku terdiam

Kamu masih mampu membaca apa yang terlihat dimataku, sementara aku tak mampu membaca apa yang ada di fikiranmu.

“Nad, apa pertemuan ini adalah sebuah takdir dari Semesta? Bandung begitu luas, tapi mengapa kita bisa kebetulan bertemu.?”

Takdir?

“kamu seperti hujan datang tiba-tiba dan pergi tanpa diduga, tidak ada takdir untuk kita, apalagi kamu. Karena kamu Cuma seorang laki-laki pengecut yang pergi tanpa pamit. Untuk apa membiarkan takdir menjadikan alasan pertemuan ini? Semua Cuma kebetulan yang tidak di duga. Hanya saja saat ini aku sedang tidak beruntung karena bertemu dengan kamu” entah dari mana kata-kata itu bisa terucap dari bibirku, dan ekpresimu begitu kaget mendengar ucapanku.

“kamu membenciku?”

Apakah harus ku jelaskan? Tentu aku benci sekali padamu saking membencimu aku tidak tahu lagi bagaimana mencintai oranglain.

“tapi jika hujan tak turun hari ini, mungkin ia tak akan menjebakku disini bersamamu. Mungkin hujan membiarkanku untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini” jelasmu, tapi aku bungkam. Mendengar pernyataanmu itu, membuat aku takut kembali luluh.

Nad kamu harus tahu sebelum aku meninggalkanmu saat itu, aku pernah berdoa pada Semesta. Jika suatu saat takdir pertemukan aku denganmu, dengan cara romantis yang Semesta pilih. Aku akan memperjuangkanmu saat itu juga. Dan mungkin ini adalah doa yang Semesta kabulkan”

Haruskah aku luluh atas semua pernyataanmu itu?
Egois sekali

“jadi apa aku harus percaya dengan apa yang kamu katakan?” tanyaku. Jujur, aku tak tahu lagi, kalimat apa yang harus ku lontarkan padamu, meluluhkan hatiku sepertinya adalah ahlimu dan hanya kamu yang mampu.

aku sedang memperbaiki diri, dan berharap takdir mempertemukan aku dengamu. Aku cuma tidak ingin membuatmu jatuh cinta dengan cinta yang salah. Maafkan aku yang telah membuatmu melambungkan harapan besar padaku. karena hanya dengan meninggalkanmu,aku bisa meruntuhkan harapan itu. Agar kamu tak terjerat pada rasa yang belum sepantasnya untuk dimiliki. Aku hanya menginginkanmu seumur hidup bukan hanya mempermainkanmu” kamu menghela nafas berat “yang aku lakukan  hanyalah mengikuti alur skenario Semesta dan aku selalu yakin, kamu adalah takdir dari skenario yang Semesta ciptakan untukku”

Dengan cara seperti ini, kamu menginginkanku? Dengan cara mematahkan hatiku berkali-kali dengan meninggalkanku tanpa kejelasan selama tiga tahun terakhir ini. Kamu lucu sekali.
Lucu, karena faktanya aku masih sangat mencintai lelaki ini.

Aku tersenyum, setiap ucapanmu selalu mengagumkan. Aku iri,dari mana kamu mendapatkan kata sebaik itu?

“Nad, apakah semua alasanku cukup untuk mengobati tiga tahun itu?” tanyamu ragu-ragu.

Mendengarkan semua alasan logismu cukupkah untuk mengobati rindu dan patah-patahan hati yang selama ini telah ku alami?

*** 


“Hei pecandu hujan. Jadi, maukah kamu menikmati hujan bersamaku? Selamanya?”







pict by google

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Sunset Is Beautiful, Isn't It?

Bertemu, lalu berdamai