Di Penghujung Skenario Allah
Jatuh cinta.
Jika berbicara rasionalitas, seseorang tak
akan jatuh cinta pada sesuatu atau seseorang apabila mereka
tak melihat apa yang menjadi objek yang ia lihat. Mereka bilang cinta pada pandangan
pertama. Ketika objek yang dilihat menarik
perhatian dan sesuai dengan apa yang hati atau perasaan
sukai, maka disitu akan timbul rasa ingin memiliki. Ada dua hal yang akan terjadi..
Kamu bisa mendapatkannya dengan imbalan
kebahagiaan atau kamu tidak bisa mendapatkannya, imbalannya? Tentu saja kamu
akan kecewa.
Terkadang, dengan hasrat memiliki manusia yang berlebihan, mereka akan melakukan segala cara demi
mendapatkan apa yang mereka mau. Bahkan dengan konsekuensi
mereka akan terluka.
Bagi manusia, jatuh cinta adalah hal yang
sudah biasa terjadi, dengan segala resiko yang akan dihadapi pula.
Begitu pula denganku.
Begitu pula dengan kisahku.
Jatuh cinta berkali kali, terluka berkali
kali dan sembuh sendirian. Rasaya memang sudah menjadi konsekuensi bagi
siapapun yang pernah jatuh cinta. Kesalahan terbesar
ketika manusia tak mampu mengendalikan keinginanya untuk ‘jatuh cinta’.
Ataukah patahan hati manusia yang di terima setiap kali mereka
jatuh cinta adalah sebuah hukuman dari Tuhan? Karena mereka lebih mencintai
yang ciptaan-Nya, daripada pencipta-Nya.
Maka dari itu, aku memutuskan untuk tidak pernah
lagi bermain main dengan ciptaan Allah yang memang bukan di ciptakan untukku.
Biar doa yang mengantarku menemukan jodohku kelak. Bukankah doa adalah
permintaan paling romantis dari seorang hamba kepada Tuhannya?
***
Tahukah kamu? Apa yang aku suka dari rencana-rencana kejutan yang
di buatkan Allah untukku?
Mendatangkan kamu tanpa kuduga.
Kamu, memang lelaki yang ku kenal. Anggap saja
aku dan kamu tidak pernah akur dalam hal apapun. Yang sering kita lakukan
hanyalah berdebat. Bisakah aku percaya, orang yang sering membuatku kesal
adalah orang yang tiba-tiba mengatakan bahwa ia ingin menjadi Imamku. Siapa
yang tidak terkejut?
Tidak mungkin, semua laki-laki hanya bermulut manis di awal.
Mereka selalu menyakiti di akhir, ditambah dengan kata maaf tak bisa menepati
janji untuk membuatku bahagia. Kamu lelaki keberapa yang akan melakukan hal
picisan seperti itu?
“aku menemukanmu dalam shalat istikhrahku” ujarmu padaku. Haruskah
aku percaya? “kamu terus terusan bermunculan dalam mimpiku. Haruskah aku
terus menghindari petunjuk dari Allah bahwa kamu adalah tulang rusukku yang
selama ini aku cari”
Bohong, laki-laki selalu
berbohong
"bagaimana bisa aku
percaya? jika aku memang benar ada di setiap shalat istikharahmu?"
tantangku, sambil meyakinkan diriku bahwa ini hanya leluconnya untuk
mengerjaiku.
"aku akan datang
kerumahmu dan melamar kamu"
***
Konyol, lelaki itu
mengatakan bahwa ia mencintaiku. dari dulu. Mencintaiku hanya sebatas mendoakan
dan berunding dengan Allah katanya. Kamu bilang dengan datang ke rumahku
adalah hal yang tepat. Jelas saja, semua itu agar aku percaya kalau kamu tidak
mengerjaiku atau membuatku 'baper'.
"kenapa aku?"
tanyaku
"memangnya jatuh
cinta perlu alasan?"
"perlu, untuk
mengukur bisakah kamu menerima kekuranganku, jika benar semua rencamu itu
terjadi"
"bukankah dengan
menikah kita bisa saling melengkapi? Allah menciptakan manusia dengan segala
kekurangan dan kelebihannya. mungkin karena itu Allah menganjurkan manusia di
muka bumi ini untuk menikah" kamu tersenyum "kalau kamu masih ragu dengan
rencanaku. kamu bisa bertanya pada pemilik hatimu, apakah aku boleh menjaga
hatimu atau tidak, semua terserah padamu"
Yang dilakukan manusia
hanya dua. Mengeraskan egonya atau meluluhkan egonya. Dan ego adalah poin utama
dalam diri manusia agar orang tak mudah menyakitinya. Tapi terkadang, ego
jugalah yang membuat manusia itu terluka dengan sendirinya. Kecuali jika aku
melibatkan Allah dalam setiap perjalanan hidupku.
Aku harus apa? Di depan
mataku ada masa depan yang katanya akan menjamin bahwa akau akan bahagia. Di belakangku
ada masalalu yang membuatku enggan menghadap kedepan. Ada banyak pertimbangan
dan luka atas kehadiran setiap sosok lelaki yang datang di kehidupanku. Tapi kamu
berbeda. Haruskah aku mengambilmu sebagai bagian dari puzzle kehidupanku yang
masih tercecer dan menjadikannya sebuah kehidupan bahagia yang masih belum bisa ku susun. Apakah
kamu salah satu puzzle yang tercecer itu?
Biarkan Allah membuat skenario
baru dalam hidupku. Bisakah aku kembali mencintai ciptaan-Mu?
“jadi, maukah kamu
se-hidup se-syurga denganku? Menjadi tulang rusukku, menjadi bidadari tak
bersayapku, dan menjadi kawan debatku?”
Fin
pict by google
Komentar
Posting Komentar