Yang Terlewatkan


Perkenalkan, aku adalah perempuan yang lebih suka mengutarakan perasaannya pada sebuah tulisan. Maaf, jika aku hanya mampu berkata-kata. Aku sepertinya sedang mengagumi kamu. Aku suka ketika kamu sedang melantunkan ayat suci setelah shalat magrib tiba kala itu, rasanya ada sesuatu yang aneh pada diriku  disaat mendengar lantunan ayat ayat suci yang sedang kamu baca. Aku tak pernah tahu, kekagumanku ini menimbulkan perasaan yang lebih pada kamu.

Mungkin aku jatuh cinta.

Ah, aku sudah menepis prasangka itu. Tidak baik berharap pada kamu, aku bukan perempuan baik-baik. Aku bukan perempuan yang berkerudung panjang, aku bukan perempuan yang bisa mengaji dengan baik, aku bukan perempuan yang shaleh. Melihat keadaan seperti ini, aku suda mundur saat itu juga.

"Jangan jatuh cinta, itu tidak baik bagi hatimu."

Itu adalah mantra yang tiap hari aku itu ucapkan dikala mataku bertatap dengan kamu. Itu adalah ketidakmungkinan yang harus ku sadari sejak awal. Pertarungan melawan perasaan ‘suka’ ini sedikirt menyulitkanku, karena setiap hari kita bertemu.  

Tapi tidak, ternyata takdir lain menyuruhku untuk tetap mempertahankan perasaan ini. Katamu kamu ingin serius. Tapi aku tidak pernah yakin. Kamu harus tahu, mempercayai laki-laki lagi rasanya masih sulit bagiku. Apalagi dengan sikapmu yang tidak bisa ku tebak. Apa kamu serius dengan ucapanmu yang mengajakku serius atau hanya sebatas angan-angan yang akan kembali membuatku menjadi si perasa yang kembali harus mematahkan hatinya karena sebuah ucapan.

Aku ingin jatuh cinta, tapi aku lebih takut patah hati. Apa yang harus aku lakukan?  Kenapa harus kamu yang terlibat dalam perjalanan cerita hidupku? Semua ini sepertinya tak akan baik. Karena pada akhirnya aku menaruh perasaan lebih kepadamu.

Banyak sekali ketakutan dalam hidupku, banyak sekali pertimbangan dalam diriku ini. Aku takut jika kamu benar benar memang memintaku untuk serius. Karena aku sangat yakin, setelah kamu mengetahui segalanya tentangku, baik buruknya aku kekurangan fisik yang ku miliki,  kamu akan meninggalkanku, sama seperti laki-laki yang sebelumnya pernah mengisi ruang dalam hatiku.



22 September 2018



Tulisan ini dibuat ketika aku sedang dilemma antara membuka lembaran baru atau menutup hati rapat-rapat dengan kamu. Tapi, dengan perkataan ‘aku mencintaimu’ seketika itu benteng hati yang telah aku bangun rubuh dalam sekejap. Apa kamu tahu? Aku benci ketika seseorang dengan mudahnya mengatakan hal seperti itu. Perkataan yang bukan main-main, menurutku.

Tapi, semua terulang lagi. Kamu patahkan hatiku setelah aku menyerahkan seluruh semestaku padamu. kamu luluhlantakan semestaku. Ku kira, bermodal kata ‘aku mencintaimu’ sudah cukup bagiku untuk memberikan semestaku padamu, aku percayakan hati ini padamu.

Tapi kamu berkhianat, kamu lebih memilih perempuan lain dan melepaskan tanganku.

Semudah itukah?

Kamu adalah laki-laki yang mampu memikatku, di antara orang-orang yang pernah mendekatiku. Tapi mengapa dengan mudah juga kamu berpaling dariku?

Harus aku apakan lagi hatiku ini? Gara-gara kamu aku harus kembali menata hatiku. Sialan
Ingin sekali aku membencimu, benci karena aku merasa telah dobodohi, benci karena aku jatuh hati pada laki-laki sepertimu, benci karena telah berekspentasi lebih pada kamu. Dan lagi-lagi aku tidak bisa melakukan hal itu: di antara segala hal yang telah aku lakukan bersamamu, kamu adalah orang baik. Mana mungkin aku bisa membencimu?

Banyak ribuan penyesalan yang tidak bisa aku ulang. Semua telah terjadi. Jatuh cinta telah aku rasakan bahkan patah hatipun sudah. Menyesal bertemu denganmu? Untuk apa, tanpa ada kamu di hidupku aku tidak akan pernah belajar dari satu kesalahan: jangan terbuai dengan kata ‘aku mencintaimu’ dengan mudah.

Akan aku jadikan pelajaran, pelajaran hidup paling menyenangkan: pernah jatuh cinta pada kamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Sunset Is Beautiful, Isn't It?

Bertemu, lalu berdamai