Yang Terlewatkan
Mungkin aku jatuh
cinta.
Ah, aku sudah menepis
prasangka itu. Tidak baik berharap pada kamu, aku bukan perempuan baik-baik.
Aku bukan perempuan yang berkerudung panjang, aku bukan perempuan yang bisa
mengaji dengan baik, aku bukan perempuan yang shaleh. Melihat keadaan seperti
ini, aku suda mundur saat itu juga.
"Jangan jatuh cinta,
itu tidak baik bagi hatimu."
Itu adalah mantra yang
tiap hari aku itu ucapkan dikala mataku bertatap dengan kamu. Itu adalah ketidakmungkinan
yang harus ku sadari sejak awal. Pertarungan melawan perasaan ‘suka’ ini
sedikirt menyulitkanku, karena setiap hari kita bertemu.
Tapi tidak, ternyata
takdir lain menyuruhku untuk tetap mempertahankan perasaan ini. Katamu kamu
ingin serius. Tapi aku tidak pernah yakin. Kamu harus tahu, mempercayai
laki-laki lagi rasanya masih sulit bagiku. Apalagi dengan sikapmu yang tidak
bisa ku tebak. Apa kamu serius dengan ucapanmu yang mengajakku serius atau
hanya sebatas angan-angan yang akan kembali membuatku menjadi si perasa yang
kembali harus mematahkan hatinya karena sebuah ucapan.
Aku ingin jatuh cinta,
tapi aku lebih takut patah hati. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa harus kamu yang terlibat dalam
perjalanan cerita hidupku? Semua ini sepertinya tak akan baik. Karena pada
akhirnya aku menaruh perasaan lebih kepadamu.
Banyak sekali
ketakutan dalam hidupku, banyak sekali pertimbangan dalam diriku ini. Aku takut
jika kamu benar benar memang memintaku untuk serius. Karena aku sangat yakin,
setelah kamu mengetahui segalanya tentangku, baik buruknya aku kekurangan fisik
yang ku miliki, kamu akan meninggalkanku,
sama seperti laki-laki yang sebelumnya pernah mengisi ruang dalam hatiku.
22 September 2018
Tulisan ini dibuat ketika aku sedang dilemma antara membuka
lembaran baru atau menutup hati rapat-rapat dengan kamu. Tapi, dengan perkataan
‘aku mencintaimu’ seketika itu
benteng hati yang telah aku bangun rubuh dalam sekejap. Apa kamu tahu? Aku
benci ketika seseorang dengan mudahnya mengatakan hal seperti itu. Perkataan
yang bukan main-main, menurutku.
Tapi, semua terulang lagi. Kamu patahkan hatiku setelah aku
menyerahkan seluruh semestaku padamu. kamu luluhlantakan semestaku. Ku kira,
bermodal kata ‘aku mencintaimu’ sudah cukup bagiku untuk memberikan semestaku
padamu, aku percayakan hati ini padamu.
Tapi kamu berkhianat, kamu lebih memilih perempuan lain dan
melepaskan tanganku.
Semudah itukah?
Kamu adalah laki-laki yang mampu memikatku, di antara
orang-orang yang pernah mendekatiku. Tapi mengapa dengan mudah juga kamu
berpaling dariku?
Harus aku apakan lagi hatiku ini? Gara-gara kamu aku harus
kembali menata hatiku. Sialan
Ingin sekali aku membencimu, benci karena aku merasa telah
dobodohi, benci karena aku jatuh hati pada laki-laki sepertimu, benci karena
telah berekspentasi lebih pada kamu. Dan lagi-lagi aku tidak bisa melakukan hal
itu: di antara segala hal yang telah aku lakukan bersamamu, kamu adalah orang
baik. Mana mungkin aku bisa membencimu?
Banyak ribuan penyesalan yang tidak bisa aku ulang. Semua telah
terjadi. Jatuh cinta telah aku rasakan bahkan patah hatipun sudah. Menyesal bertemu
denganmu? Untuk apa, tanpa ada kamu di hidupku aku tidak akan pernah belajar
dari satu kesalahan: jangan terbuai dengan kata ‘aku mencintaimu’ dengan mudah.
Akan aku jadikan pelajaran, pelajaran hidup paling
menyenangkan: pernah jatuh cinta pada kamu.
Komentar
Posting Komentar