Let’s Give this Another Chance
Apakah aku benar benar
jatuh cinta?
Pertanyaan itu selalu
timbul dalam benakku. Banyak keraguan dalam hatiku setiap kali aku bertanya
pada diriku sendiri.
Apa benar aku jatuh
cinta padamu?
Apa benar kamu jatuh cinta
padaku?
Dan kamu tidak pernah
menjawab semua pertanyaan itu. Bahkan setiap hari kamu semakin berbeda, semakin
hari akupun mulai meragu, semakin hari pertanyaanku tetap sama ‘apa kamu benar benar jatuh cinta padaku?’ dan kamu tidak pernah meyakinkanku bahwa kamu
memang ‘mencintaiku’
Tuhan masih mencintaiku, Ia jawab semua pertanyaanku yang tidak pernah kamu jawab.
“mundurlah, Langit
terlalu brengsek untuk kamu cintai” Siang menghela nafas “aku menemukan dia
sedang bersamaan dengan perempuan lain disebuah kafe”
“mungkin saja temannya”
jawabku santai. Aku tidak ingin berprasangka buruk padamu, aku harus memastikan
bahwa kamu bukanlah orang yang mudah berpaling kelain hati.
“bukan, dia adalah
mantan pacarnya setahun yang lalu”
Perempuan
diciptakan Tuhan dengan kepekaan yang luar biasa. Apa ini alasannya mengapa
setiap hari aku semakin meragu?
“mungkin saja Langit sedang berpapasan dengan
perempuan itu” aku masih ingin berprasangka baik padamu, Langit.
“berpapasan tidak mungkin saling menggenggam tangan.
Kamu harus melepaskan laki-laki brengsek seperti dia Senja. Kamu terlalu baik
untuk laki-laki brengsek sepertinya”
Ingin sekali aku menuntut penjelasan ini kepadamu,
Langit.
*
Kenapa kamu harus menyuguhkan Senja yang indah
untukku Langit?
Kenapa jika hanya ingin bermain main denganku kamu
harus menggunakan mantramu? Kamu
membuatku tersihir
Kamu hanya ingin
memikat, bukan mengikat.
Dan kata ‘berakhir’
harus sudah siap aku terima. Tapi, aku masih mencintainya.
“maaf,” kamu
tertunduk. Bahkan kamu tidak tahu apa yang akan aku tanyakan padamu.
“setiap hari aku selalu meragu dan kamu tidak pernah
meyakinkanku atas semua keraguan itu. Dan semua terjawab. Kamu tidak sungguh
sungguh mencintaiku” aku menghela nafas “semoga kamu bahagia dengan perempuan
yang kamu pilih”
Wajahmu tegang, saat aku menyebutkan ‘perempuan’
itu. Seberapa banyak rahasia yang kamu tutupi dariku? Kamu membuat aku menjadi
perempuan paling bodoh bulan ini.
“tidak apa apa. Silahkan kembali bangun kisahmu yang
sempat terjeda olehku. Tugasku kini adalah pergi dari kisahmu itu”
“kamu tidak marah?” tanyamu padaku. Aku tersenyum
sinis, marah? Sebenarnya aku ingin sekali memaki-maki dirimu Langit. Kamu sudah
berhasil meruntuhkan duniaku, mimpiku bahkan kamu sudah mematahkan hatiku. Dan luka
itu tak akan sembuh hanya dengan permintaan maafmu. “marah hanya membuang buang
tenaga, kamu pantas bahagia Langit”
“kenapa aku membiarkan kita di titik ini?” tanyamu
lagi
“karena kamu
yang memulai” jawabku seadanya. “andai saja kamu tidak meminta untuk jadi
bagian dalam hidupku. Mungkin kita tidak akan berakhir seperti ini”
Tiba-tiba kamu mendekapku “hanya untuk terakhir
kalinya”
“terakhir kalinya kamu menyakitiku?” mendengar
ucapanku kamu melepaskan dekapanmu, lalu kamu menatapku sangat dalam, aku yakin
kamu sangat merasa menyesal dengan keputusanmu yang memilihku “kamu berhak
menyesali semua perbuatanmu terhadapku”
“aku akan sangat menyesal menyia-nyiakan perempuan
sebaik kamu” gumam Langit, matanya masih menatapku dalam.
“aku mengutukmu Langit, setiap kamu bahagia dengan
perempuan itu kamu akan dihantui rasa penyesalan karena telah meyakiti hatiku”
Aku dan Langit tertawa
“silahkan. Aku tidak keberatan dengan kutukanmu itu”
Langit mengacak-acak rambutku. Satu kebiasaan yang akan sangat aku rindukan
setelah aku dan Langit berpisah.
Ternyata hari ini aku baik baik saja, perpisahan ini
tidak membuat aku sedih.
Mungkin saja, karena hari ini kamu masih bisa
merasakan keberadaan Langit.
Pertanyaanya, apakah besok aku akan baik baik saja? Memulai
hidup baru tanpamu.
Di akhir kisah
Kita benar benar berpisah.
Tanpa kesempatan
Tanpa alasan.
Komentar
Posting Komentar