The Way to Heal (Pain)




“kamu dapet surat undangan dari Harris, Sa?” aku masih terpaku oleh kertas undangan yang sedang aku pegang, tertera di sana undangan dari Harris. Minggu depan ia akan menikah dengan perempuan pilihannya. Bukan dengan aku, tolong garis bawahi bukan aku perempuan yang dipilih Harris untuk menjadi pendamping sehidup se syurganya. Rissa, nama perempuan yang beruntung dipilih Harris.
Aku menghela nafas berat, sama beratnya dengan  perasaanku saat ini. apakah aku masih belum sepenuhnya ikhlas atas semua hal yang telah aku alami selama ini?

“sa, are you okay?” Chacha menepuk bahuku

“kamu ingin aku menjawab jujur atau tidak?”

“sudah terlihat jelas bahwa kamu belum sepenuhnya ikhlas” Chacha duduk disampingku, aku tertunduk, ingin menangis tapi terlalu gengsi. Apalagi di hadapan Chacha, mungkin saat itu juga ia akan menceramahiku. “tidak apa-apa jika ingin menangis. Hari ini aku izinkan”

Bukankah manusiawi menangis karena kehilangan sesuatu yang berharga? Izinkan sekali ini saja aku memberi makan egoku untuk menangisinya sekali lagi. Setelah memasrahkan semuanya, mengapa  semuanya masih terasa sulit? Bukankah selama ini aku sedang dalam proses mengiklaskan. Tapi mengapa mendapatkan berita membahagiakan ini hatiku terasa sakit?

Tangisku tumpah hari ini. maafkan aku Ya Allah, hari ini aku menangisi lagi makhluk-Mu, karena rasa cintaku yang terlalu berlebihan. Aku tahu Engkau cemburu sehingga Engkau beri aku rasa sakit ini, sekali lagi maafkan aku Ya Allah.

***

Aku sedang belajar mengikhlaskan. Setelah insiden bulan lalu ketika Harris memintaku untuk menyelesaikan hubungan dengannya. Saat itu pula, semestaku hancur bersama hatiku. Tanpa alasan yang jelas, Harris memintaku mengakhiri hubungan dengannya.

Aku tidak pernah tahu bahwa manusia itu mudah berubah. Harris pernah bilang bahwa aku akan menjadi orang yang mendampingi hidupnya kelak. Bahwa suatu saat nanti ia akan menjadikanku bidadari dunia dan akhiratnya. Banyak sekali janji yang telah ia ucapkan bersamaku, tentang masa depan yang sedang ia rangkai ‘bersamaku’ kelak. Perempuan mana yang tidak luluh dengan janji-janji manis seperti itu? Ku tekankan sekali lagi, manusia mudah berubah.

Tidak butuh lama, satu bulan kemudian aku mendengar kabar baik dari Harris bahwa ia telah memantapkan hatinya pada seorang perempuan cantik yang aku ketahui masih satu Fakultas dengan Harris. Hanya butuh satu bulan bagi Harris untuk menemukan cinta yang baru. Sementara  aku, masih berjuang untuk mengikhlaskan perpisahan ini, kisahku masih seputar Harris, terkadang aku masih sering memikirkannya. Bahkan kadang aku berharap Harris bisa kembali bersamaku.

Kini seminggu lagi Harris akan menikah. Seminggu lagi aku sudah harus berhenti menyebut namanya dalam doaku. Seminggu lagi aku harus bisa mengikhlaskan Harris, tentunya.

Meringkuk dikamar seharian sambil mendengarkan music up beat ternyata tidak membuat semua perasaanku pada Harris hilang. Hatiku masih tetap saja sakit. Semakin aku mencoba menutup lukaku ternyata itu hanya menambah luka yang baru.   

Ah, ini yang namanya gejala patah hati, untuk kedua kalinya.

Sambil mencoba untuk mengikhlaskan Harris, akupun sedang mencoba mencari cara mengobati patah hatiku. Bukan tentang menemukan orang yang baru, bukan tentang waktu yang membiasakan. Aku hanya penasaran, bukankah setiap ‘penyakit’ pasti ada obatnya. Lalu, apa obat dari patah hati? Allah tidak akan memberikan rasa sakit kalau tidak ada obatnya.

“Khansa, ada Chacha” ibu memanggilku. Ahh sudah kuduga Chacha pasti akan datang, padahal hari ini aku sedang menghindari Chacha. Sebulan lalu, setelah Harris mematahkan hatiku, aku berjanji tidak akan mengingat lagi Harris dan Chacha sangat antusias mendengar deklarasiku. Tapi itu hanya sebatas lisan. Hatiku terkadang masih menyebut namanya. Dan aku akan sangat malu bertemu Chacha saat ini.

“sudah ku duga, kamu bakal kaya orang depresi Sa” Chacha berdiri di ambang pintu kamarku. “ayo keluar rumah, kita main. Ga baik kalo ngurung terus dirumah” Chacha menghampiriku yang sedang berbaring di ranjang. 

“ngomong sih gampang Cha. Kamu engga pernah ngerasain sakit hati gimana”

“kata siapa? Aku pernah tuh. Cuma engga di dramatisir kaya kamu”

“jangan coba ngehibur atau ngasih pencerahan apapun deh Cha. Aku butuh sendirian”

“justru itu, orang yang lagi patah hati engga boleh dibiarin sendirian. Tenang. Aku engga bakal deh maksa kamu lagi buat ngelupain Harris dalam sekejap kaya waktu itu”

Aku terbangun, “Cha, kamu engga apa-apakan? Kenapa sikap kamu beda banget pas dulu aku putus sama Harris” suaraku merendah “dulu kamu orang yang mati-matian nyuruh aku buat ngeluapain Harris”

“karena aku udah punya solusi yang ampuh buat ngobatin patah hati kamu Sa” Chacha tersenyum. “ayo, sekarang kamu mandi, dandan yang cantik, kita main keluar. Sekalian beli kado buat ‘Harris’”

***

“jadi apa solusinya” tanyaku, setelah aku sudah menahan pertanyaan itu dari pertama aku pergi bersama Chacha hingga berakhir di kedai kopi saat ini.

“sebenernya ini solusi agak konyol. Tapi kalau kamu mau nyoba kenapa engga?” Chacha meneguk  lattenya “Sa, coba deh jadikan motivasi dari patah hati kamu itu buat lebih deket lagi sama Allah”

Aku menggerutkan dahi tidak paham. “maksud kamu apa Cha”

“deketin Allah Sa. Allah mungkin cemburu gara-gara kamu lebih banyak mikirin Harris daripada  pencipta-Nya”

“aku ngerasa kaya gitu”

“dan mengenai patah hati kamu Sa. Ada satu cara yang selama ini udah aku fikirin. Dan aku kira kamu udah lupa sama Harris. Tapi kemarin aku liat ekspresi kamu pas dapet undangan dari Harris aku tahu, kamu masih belum bisa ikhlasin Harris sepenuhnya”

“jadi gimana caranya Cha?”

“sebenernya kamu itu udah mulai terbiasa tanpa Harris Sa, Cuma hati kamu masih belum tenang gara-gara kenangan yang masih bertumpuk di fikiran kamu. Dan cara bikin hati kamu tenang ya Baca Al-Qur’an. Semua permasalahan yang kamu rasain berawal dari hati kamu. Karena hati kamu belum tenang, maka sampai kapanpun kamu engga akan pernah bisa ikhlas”
Aku tertunduk “kamu bener Cha. Aku engga kefikiran sama sekali”

“simple kan Sa, kamu Cuma perlu baca AL-Qur’an buat nenangin hati kamu. Cuma kadang ya manusia suka banyak malesnya. Surat cinta dari Allah buat umat-Nya loh. Salah satu obat hati paling mujarab itu ya Al-Qur’an” Chacha meneguk Lattenya “sebenernya ini metode yang salah. menjadikan Al-Qur’an buat nyembuhin hati kamu. Tapi daripada kamu galau yang engga berfaedah Cuma gara-gara rasa cinta kamu sama orang yang salah dan berujung patah hati”

“tapi Cha, tiap magrib pun aku suka baca Al-Qur’an”

“gini Sa, anggap Al-Qur’an itu obat. Setiap kamu inget Harris coba deh minimal baca meskipun satu ayat. Kalo hal itu berhasil menghilangkan Harris dalam fikiran kamu berarti jadikan motivasi buat kamu. Lambat laun dari yang tadinya baca Al-Qur’an gara-gara mau lupain Harris jadi terbiasa baca Al-Qur’an karena Allah. Keren ga?”

“Cha, tahu engga selama ini aku cari obat patah hati kemana-mana. Eh taunya ada di deket aku”

“insyaAllah Sa, surat cinta Allah bakal bikin hati kamu tenang. Selain bikin hati kamu tenang nambah pahala juga kan”

“lagian ini salah aku Cha, Allah udah ngelarang pacaran eh akunya ngeyel buat tetep pacaran. Ya ini hukuman buat aku”

“selesaikan hukuman kamu. Buka lembaran baru, jangan mudah menambatkan hati sama laki-laki kalo Cuma sekedar ngajak pacaran”

***

Hari ini adalah hari pernikahan Harris, aku sudah memutuskan untuk datang bersama Chacha. Kado berisi mug couple telah terbungkus rapi oleh bungkus kado. Waktunya mengatakan selamat menempuh hidup baru pada seseorang yang pernah mengisi hari-hariku, Harris.

Dulu, aku pernah bermimpi bersanding dengan kamu, dulu aku pernah berjanji untuk menghentikan pencarianku di kamu. Dulu, kamu adalah orang yang pernah membuatku bahagia. Selamat menjalankan kehidupan yang baru Harris, meskipun bukan denganku.

“selamat Harris” ucapku ketika tanganku menyalami Harris. Aku tersenyum. Sungguh aku tersenyum dengan tulus. Solusi Chacha memang ampuh untuk mengobati hatiku, aku sudah mengikhlaskan Harris.

Harris tersenyum kikuk. Entah karena perasaanku atau memang Harris sedikit berbeda. Ia tidak berani menatapku, mungkin menyesal, mungkin merasa bersalah. Entahlah hanya Harris yang tahu. Satu yang harus kamu tahu Harris, berkat kamu aku menjadi lebih dekat dengan Allah. Terimakasih, pernah melukaiku.

***

Beberapa orang bergumam, mengapa pernikahan ini terjadi. Ada yang mengatakan bahwa mempelai perempuan telah berbadan dua.

Astagfirullah, Harris kamu tidak mungkin melakukan hal seperti itu.

Chacha menepuk bahuku, “Sa terjawabkan alasan kenapa Allah tidak menyetujui Harris bersama kamu. Alasan kenapa Allah mematahkan hati kamu. Harris memang bukan orang yang tepat buat orang baik kaya kamu”

aku tersenyum “balasan terbaik dari Allah Cha”




FIN



pict by google

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Sunset Is Beautiful, Isn't It?

Cukup Katakan Saja ...